RICH FEATURESRICH HIGHLIGHTS

Review: Nearcrush – Bloodsport & Modern Arts (album, Disaster Records, 2021)

Jujur, ketika mendengarkan musik dari sebuah rilisan indie rock baru, saya kadang kewalahan sendiri. Maksudnya, saya seringkali kesulitan menerka sesuatu yang istimewa dari rilisan tersebut. Karena pada umumnya, penggarapan lagu dan pola penulisan lagunya biasanya menggunakan formula yang sama dengan band-band predesornya. Biasanya kalau hal itu terjadi, saya akan mengalihkan fokus saya terhadap elemen lain dari rilisannya. Bisa itu soal narasi liriknya, artwork-nya, atau bahkan sequencing lagu demi lagunya. Dan itulah yang saya rasakan ketika mendengarkan debut album dari Nearcrush yang bertajuk Bloodsport & Modern Arts (2021).

Dari segi musik, secara keseluruhan Bloodsports memang tidak memberikan khasanah atau formula baru. Masih di pola musik indie rock yang sama. Mungkin ulasan-ulasan dari media musik lainnya pun akan memberikan verdict yang sama: album ini mengingatkan mereka akan rilisan indie rock tahun 90-an. Tentu saya sepakat dengan anggapan tersebut dan maka dari itu, saya tidak akan mengulas musiknya secara detail karena preferensi mengenai itu mungkin sudah dibahas habis-habisan di ulasan lainnya. Ah mungkin saya harus meyakinkanmu untuk mengapresiasi album debut Nearcrush ini di aspek penggarapan dan eksplorasi sound-nya. Album ini memang terasa top notch apabila ditilik dari segi tersebut.

Justru yang menarik bagi saya di Bloodsports adalah estetik visual sampul albumnya. Estetik fotografi yang terdapat di dalam sebuah rilisan musik indie rock selalu membuat saya bisa menikmati musiknya yang terkesan “lurus” dengan lebih nyaman karena dipandu oleh gambar/foto yang tergambar di sampulnya. Sama halnya ketika dengan mendengarkan album ini sambil memandangi sampul albumnya, lagu-lagu dari Nearcrush seperti mempertajam imajinasi saya tentang beberapa probabilitas kenapa mereka memilih untuk menampilkan foto-foto tersebut di dalam albumnya. Mungkin foto-foto tersebut memang visualisasi sahih akan lagu-lagunya. Atau mungkin juga para personil Nearcrush memang sedang merindukan kunjungan mereka ke Jepang dan memutuskan untuk menaruhnya di karya mereka. Tapi kenapa harus Jepang ya? Sampai-sampai mereka pun membubuhkan rekaman suara pegawai kereta bawah tanah Jepang di intro albumnya. Entahlah. Apa pun tujuannya, saya suka foto-foto yang mereka taruh di sampul albumnya.

Overall, buat kamu yang menyukai indie rock sampai ke hati, album debut dari Nearcrush ini tentu bisa kamu cerna dengan mudah lewat berbagai preferensi musik indie rock yang kamu mungkin pernah dengarkan sebelumnya. Buat kamu yang masih awam dengan indie rock, silahkan coba dengarkan beberapa kali album ini. Siapa tahu kamu bakalan tertarik buat mengulik lebih jauh kenapa band-band semacam Nearcrush menggunakan formula lagu seperti yang tertuang pada Bloodsports dan akhirnya, kamu bakalan menemukan cakrawala baru untuk kisaran selera musikmu.

Verdict: 7,5/10
Favorite tracks: “Divine Confetti”, “Tidal Wave”

Dengarkan Bloodsports & Modern Arts dari Nearcrush di sini:

 

Back to top button