Mengingat Realita, Cinta, Dan Rock ‘N Roll, Film “Musik” Yang Bikin Banyak Anak Sekolah Jadi Sok Rebel

Friend, masih inget nggak sama film besutan sutradara Upi Avianto yang judulnya Realita, Cinta, dan Rock ‘N Roll? Film yang rilis di tahun 2006. Film yang dibintangi oleh Herjunot Ali dan Vino G Bastian itu sukses keras dan bisa dibilang sebuah titik awal dari satu fenomena sosial yang bodor sih menurut saya. Pasalnya semenjak film tersebut sukses dan disukai banyak orang – terutama dari kalangan anak muda yang masih bersekolah –, banyak orang di masa itu yang berdandan ala karakter Ipang dan Nugie dari film itu. Jujur deh, buat kamu yang gede dan puber di tahun 2000an, pasti pernah ngalamin fenomena itu, ya ‘kan?

Umumnya, dandanan orang yang terjangkit virus rock ‘n roll karena film itu bakalan pake celana jeans super ketat (yang nggak friendly banget buat bagian selangkangan), kaos ukuran kecil, sepatu Converse (atau apa pun yang mirip karena Converse ori mahal), dan tentunya potongan rambut mullet semi-emo yang nggak ada hubungannya sama sekali dengan fashion rock ‘n roll. Kalau versi anak sekolahannya, biasanya celana sekolahlah yang paling bisa dimodifikasi buat dikecilin. Suatu umpan razia yang ampuh buat para guru BP. Oh iya jangan lupa buckle belt Mysex ya. Biar makin mirip Junot.

Citra fashion ala film yang bercerita tentang gaya hidup rock ‘n roll dua sahabat di kehidupan urban tersebut sebenernya ditunjang juga dengan tren band-band rock ‘n roll lokal yang eksistensinya mulai mencuat di kancah permusikan lokal. Hampir di waktu yang bersamaan, band-band seperti The Sigit, Inspirational Joni, bahkan The Changcuters udah mulai sering manggung dan mendapatkan reputasi yang oke di berbagai kalangan penikmat musik. See? Makin rame lah dandanan rock ‘n roll trendy ala Herjunot Ali.
Kalau boleh jujur, sebenernya buat saya yang paling menarik dari semua fenomena Realita, Cinta, dan Rock ‘N Roll adalah bagaimana film tersebut menginspirasi banyak anak sekolah untuk menjadi rebel yang suka membangkang aturan. Gini friend, mungkin memang konotasi musik dan lifestyle rock ‘n roll kerap diidentikkan dengan kebebasan berekspresi. Tapi nggak sedikit juga yang salah mengartikan konteks kebebasaran tersebut. Mungkin emang udah terlalu banyak cerita gila rock ‘n roll yang berkutat dengan kebebasan berekspresi layaknya kegilaan rockstar di tahun 70an, tapi semua itu nggak bisa dijustifikasi sebagai hal yang patut untuk dicontoh. Nah, yang saya alami dan lihat di masa sekolah saya sih, banyak anak-anak yang udah mah dandanannya dimirip-mirip kayak Junot malah pengen nyoba kelakuan kayak karakter fiktif di film itu. Entah biar dibilang keren, gagah, atau gimana gitu.
Yang bikin keselnya, kelakuan sok rebel ala karakter utama di film Realita, Cinta, Dan Rock ‘N Roll itu jatuhnya bukan keren buat saya. Tapi malah nyebelin dan terkesan bullying. Ini saya nggak maksud cancelling lho ya, film tersebut emang keren kok. Mbak Upi Avianto fix keren banget buat ngegarap film ini dengan berbagai elemen urban dan coming-of-age di plotnya. Tapi yaaa, mungkin memang beberapa penonton film itu malah mengambil esensi rock ‘n roll sebagai hal yang destruktif dan ugal-ugalan. Terserah mau bilang saya cemen atau nggak asyik, tapi it’s not cool to be an asshole in the name of rock ‘n roll.

On a side note, kayaknya bisa dibilang lumrah juga sih kalau esensi-esensi negatif dari film Realita banyak dilakuin sama anak-anak sekolah di zaman itu. Mungkin namanya juga mencari jati diri, jadi ya apapun yang dirasa keren pas dilihat di umur segitu, pengin cepet-cepet dilakukan dan akhirnya mungkin ada yang bisa ngasih validasi sama kelakuan mereka yang kayak be’ol itu. Buat saya yang dulu masa sekolahnya tergolong di kasta anak culun, saya sih nggak ngerasa kelakuan “rock ‘n roll” kayak gitu keren. Kalau emang rock ‘n roll harus identik dengan sikap menyebalkan seperti itu, apa bedanya dengan tindakan premanisme yang sangat mengintimidasi?