Konser 10 Tahun Roekmana’s Repertoire: Kala Tigapagi ‘Memerawani’ Anak Semata Wayangnya Sendiri

Untuk pertama kalinya Tigapagi memainkan seluruh materi dalam album satu-satunya yang mereka miliki dengan versi terbaik!

Jika ada satu hal yang patut saya sesali di masa kecil dulu adalah dengan tidak begitu menyadari ada sebuah grup musik akustik yang pandai mengonversi kesederhanaan menjadi salah satu bentuk kemewahan yang absolut, ialah Tigapagi, lengkap dengan album semata wayang sekaligus magnum opus mereka; Roekmana’s Repertoire.

Well, tidak sepenuhnya salah memang. Satu dekade lalu saya masih seorang anak SMP yang boro-boro menggali rilisan musik, hafal mata pelajaran untuk keesokan hari saja sudah syukur. Pencarian saya terhadap Tigapagi memang terlambat kurang lebih empat tahun, sampai mereka merilis “Tidur Bersama”, lagu kolaborasinya dengan Danilla yang sedang happening saat itu. Saya langsung jatuh cinta dengan video klipnya yang tayang di akun YouTube, menampilkan eloknya Danilla saat naik angkot, wajah Bandung yang diatur menyerupai dahulu, juga dibingkai sempurna dalam format 3:4 ala video zaman dulu.

Hari mengalir tanpa meminta banyak berpikir, 10 tahun berlalu sejak perilisannya, Tigapagi kembali muncul dari liang ketenangannya untuk melangsungkan konser perayaan satu dekade album semata wayang mereka, sang magnum opus, Roekmana’s Repertoire. Entah apa sebutan yang pas bagi unit folk-pop ‘ajaib’ ini. Mengapa demikian? Mereka hanya membuat satu album, beberapa single, manggung, manggung, manggung, dan menghilang di bawah tumpukan jayanya musik independen di kurun waktu satu dekade terakhir. Lalu dengan tanpa dosa dan permisi datang kembali untuk mempersembahkan konser perayaan satu dekade anak semata wayang mereka, Roekmana’s Repertoire, tepat di tanggal yang sama seperti saat dirilis 10 tahun lalu, yaitu 30 September.

Entah apa yang ada di pikiran mereka, lebih memilih membuat konser dengan iming-iming untuk pertama kalinya ‘memerawani’ anak mereka sendiri daripada membuat album baru. Ya, untuk pertama kalinya Tigapagi memainkan keseluruhan materi yang ada di satu-satunya album yang mereka miliki, setelah 10 tahun, mereka baru sempat mengeksplorasi 14 lagu yang ada dan kemudian disajikan ke dalam pertunjukan kurang lebih 90 menit penuh haru, tanpa jeda, tanpa ampun menyajikan bebunyian nostalgia yang tragis nan magis.

Bersama demajors yang memayungi perilisan Roekmana’s Repertoire 10 tahun lalu, Tigapagi bekerjasama membuat core memory bagi para pendengarnya yang hanyut ke dalam panggung merah yang dipenuhi orang-orang berbaju putih-hitam dengan bertelanjang kaki di Gedung AACC (deMajestic), Bandung. Konser 10 Tahun Roekmana’s Repertoire ini begitu spiritual, menyajikan kembali kenangan bagi para penontonnya yang mungkin dulu pertama kali mendengarkan album tersebut di usia remaja, di bangku belakang kelas, hingga hadir kembali menyaksikan kenangan lampaunya dengan seorang pasangan atau bahkan momongan di kiri dan kanan. Lebih spiritual karena digelar di tempat yang begitu bersejarah bagi perjalanan skena musik di Bandung, tak perlu saya ceritakan ada apa di Gedung AACC itu, yang jelas kita sama-sama tahu, bahwa Bandung krisis tempat mumpuni untuk menggelar konser yang tenang dan khusyuk.

Img 4608 Img 4606 Erk08700

Untuk itu, Tigapagi bersama demajors telah menuntaskan dahaga mereka yang haus pertunjukkan mumpuni, pemilihan deMajestic sebagai tempat digelarnya konser ini sangatlah tepat, entah untuk environment atau juga untuk mendengarkan versi terbaik dari Roekmana’s Repertoire yang dimainkan dengan sangat-sangat khusyuk, meski tragis namun tetap mampu memberikan kesan magis yang begitu kuat.

Tak sendirian, Tigapagi ditemani beberapa kolaborator dalam konsernya ini. Ada Bilal Indrajaya di lagu “Alang-alang”, Ida Ayu Paramita di lagu “Erika”, Monica Hapsari di lagu “Pasir”, Danilla Riyadi di lagu “Vertebrata Song” dan “Happy Birthday”, Rendi M. Jamhur di lagu “The Way”, Kidung Paramadita yang membacakan puisi di lagu “De Rode Slaapkamer”, dan diakhiri oleh Ajie Gergaji di lagu pamungkas, “Tertidur”.

Selama 90 menit mereka memainkan album yang mendapat banyak respon positif di awal perilisannya. Di konsernya kemarin, Tigapagi bermain tanpa henti, masing-masing lagu dijait begitu rapi dan memberikan harmoni yang begitu indah di tiap pergantian lagunya. Di tengah pertunjukkan, ada video testimoni dari tokoh-tokoh musik seperti Delphi ‘Dongker’, perunggu, Basboi, Tesla Manaf, Rizal ‘The Panturas’, Ade Paloh ‘Sore’, Bottlesmoker, dan David Tarigan.

Sepanjang pertunjukkan, saya hanya bisa termenung merasakan kemewahan yang ditawarkan. Tanpa banyak basa-basi, Tigapagi menunjukkan kelasnya sebagai musisi yang masih layak diperhitungkan meski baru memiliki satu album, ya satu album mereka yang menjadi legasi pegiat musik serupa di generasi setelahnya. Sungguh ini menjadi salah satu momen paling berkesan bagi saya selama menjalani tahun 2023 ini.

Di akhir acara, ada signing session dan penjualan merchandise ekslusif Konser 10 Tahun Roekmana’s Repertoire. Ratusan orang mengantri seolah memvalidasi tragisnya isak mata mereka yang mengucur pasca Bilal Indrajaya meneriakkan “anakku hilang tak kembali” atau saat penggalan “Erika, you are the one will always be in my heart” menggelegar ke seluruh ruangan. That’s a fuckin beautiful memory. Godspeed you, Tigapagi!

Img 4606

Di sesi konferensi pers sebelumnya, mereka menjelaskan akan mulai proses rekaman untuk album keduanya di tahun depan. Ya, memang layak dinantikan akan seperti apa dan aura magis mana lagi yang akan mereka tawarkan pada telinga pendengarnya. Tapi entah mengapa, dengan begitu indahnya memori perjalanan sederhana saya bersama Tigapagi yang diakhiri di Gedung AACC itu, saya tak ingin melihat mereka aktif bermusik lagi, betul, seharusnya mereka bubar saja kemarin!

Lagipula, mereka terlanjur menjadi ‘mitos’ bagi para pendengar baru (mungkin salah satunya saya). Membuat satu album yang maha sakral, dipuja di mana-mana, sempat menghilang dan kembali tepat di usia ke-10 anak semata wayangnya. Seharusnya Tigapagi menjadikan konser kemarin sebagai farewell party, seperti Sarah Records yang menuntaskan perjalanannya tepat di rilisan ke-100, Tigapagi pun harusnya menuntaskan karir dengan sebagai salah satu musisi fenomenal tepat di satu dekade album pertamanya. Afdol!

Meski begitu, Tigapagi selalu memiliki ruang tersendiri di hati dan telinga penggemarnya. Roekmana’s Repertoire memang magnum opus yang mungkin takkan bisa terulang, namun mudah-mudahan evolusi dan eksplorasi dari otak cerdas para punggawanya akan membawa kita pada puja-puji serupa di album keduanya.

Terima kasih Tigapagi, untuk pertama kali–dan mungkin terakhir kalinya– Roekmana’s Repertoire dibawakan dengan mewah, syahdu, juga penuh magis dan memberikan kesan yang mustahil dilupakan para penontonnya. Kalian berhasil melahirkan anak yang tumbuh dengan istimewa, dipenuhi kemewahan dan ‘diperawani’ dengan sempurna, oleh kalian sendiri, oleh sang pencipta, oleh sang pemilik karya, satu-satunya yang berkuasa atas album ini. We love you, Tigapagi.

Related Articles

Back to top button