Kiprah Orang Asia di Kancah Musik Punk Rock

Teks: Ilham Fadhilah
Jika merujuk pada catatan sejarah dan geliat awal kancah musik hardcore atau punk rock, memang rasanya pergerakan genre tersebut muncul dan menjamur di daratan Amerika atau Eropa sana. Beberapa saat setelahnya, barulah belahan dunia lainnya baru terkena imbasnya. Tak dapat dipungkiri, memang dunia barat menjadi kiblat dari banyak genre musik. Namun siapa sangka jika kiprah orang Asia di dalam scene punk rock ternyata sudah muncul dalam sejarah musik-musik tersebut dari gelombang awalnya?
Kita mungkin banyak mengenal band-band hardcore dari daratan Amerika. Seperti scene-scene di Washington, New York, atau Boston misalnya. Kota-kota tersebut banyak menelurkan band-band hardcore legendaris beserta dengan idealismenya yang terkadang dianut sebagai kultur tersendiri untuk genre tersebut.
Baca juga: Gerilya Pergerakan Punk Rock di Israel
Begitupun dengan kultur punk rock. Semua band dan rilisan yang berasal dari daratan Amerika dan Eropa seringkali dijadikan kiblat utama. Berbagai macam unsur musik punk tumbuh subur di sana. Namun tahukah kamu kalau ternyata peran orang Asia pun tak dapat lepas dari pergerakan hardcore atau punk di kancah global. Bukan tanpa alasan, jika ditinjau dari bagian teritorial memang memiliki jarak yang sangat jauh. Namun sentuhannya di kancah tersebut tak dapat dianggap remeh.
Kita mulai dari band influensial di kancah hardcore yang lahir dari Korea, The Geeks. Di negara mereka sendiri, The Geeks merupakan generasi pertama yang memperkenalkan hardcore youth crew dan gaya hidup straight edge di sana. Mereka juga termasuk band hardcore Korea pertama yang melakukan tur ke Amerika, Jepang, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Perjalanan mereka yang ekstensif membuat mereka banyak dikenal dan menjadi nama penting dalam kancah hardcore.

Lahir pada tahun 1999, The Geeks seketika mulai mengambil peran dalam skena hardcore dunia. Memulai tur dan menjejali panggung-panggung di berbagai negara. Mereka juga menandatangani kontrak dengan Think Fast! Records dan Six Feet Under, label independen hardcore punk kaliber asal Amerika Serikat.
Dalam lagu berjudul “More Than Ever” yang rilis 2019 lalu, mereka turut menyertakan Jesse Barnett (Stick To Your Guns) dan Chris Linkovich (Terror, Cruel Hand) dalam musik videonya. Tentu hal tersebut menjadi unik mengongat Korea bukanlah negara yang banyak mendapat perhatian di kancah musik cutting-edge. Namun The Geeks mampu mendobrak batasannya dan membuka koneksi tersebut. Menjadikannya sebagai band hardcore legendaris asal Asia Raya yang jejaknya wajib diabadikan.

Kita beralih ke ranah ska punk. Mike Park bisa dibilang sebagai salah satu sosok yang berjasa untuk membawa darah Asia dan menorehkannya ke dalam sejarah musik ska punk dunia. Ia sendiri menggawangi beberapa band yang meliputi Skankin’ Pickle, The Bruce Lee Band, The Chinkees, Ogikubu Station dan supergroup Shaken 69 (bersama beberapa personil Rancid dan The Uptones).
Mike Park sendiri mempunyai latar belakang blasteran antara Korea – Amerika. Meskipun dia seorang half-blood dan bandnya berbasis di Amerika Serikat, namun tak dapat dipungkiri bahwa dia membawa legacy tersendiri bagi orang Asia untuk berkiprah di dunia musik arus pinggir, khususnya dalam lingkup punk.

Tak hanya berperan sebagai musisi, Ia juga merupakan otak di balik label rekaman independen legendaris Asian Man Records yang telah berdiri sejak 1996. Label independen yang dikenal dengan etos D.I.Y-nya ini dirintisnya dari garasi milik orang tuanya di California Utara dengan bantuan ibu dan teman-temannya.
Bukan tanpa alasan kenapa Asian Man Records layak disebut sebagai label rekaman independen yang legendaris. Beberapa nama besar sempat dinaungi olehnya. Band-band veteran macam The Alkaline Trio, The Lawrence Arms, Less Than Jake sampai ke band-band muda seperti Joyce Manor dan Lemuria pun pernah bernaung di bawah nama Asian Man Records. Menjadikannya sebagai label punk rock independen yang besar meskipun mereka menolak untuk mengakuinya.
Kembali ke kancah hardcore. Bahkan band seminal macam Judge dan Marginal Man pun pernah diberdayai oleh orang Asia. Jimmy Yu diketahui sebagai pemain bass pertama (yang juga pendiri band hardcore asal New York, Death Before Dishonor) bagi Judge. Kiprahnya bersama Judge berakhir di tahun 1989 dan kemudian memutuskan untuk menjadi seorang biksu. Namun, kontribusinya dalam dunia hardcore tentu akan selalu tercatat sebagai sutau sejarah.

Begitu pun dengan band hardcore seminal asal Washington, D.C., Marginal Man. Band yang terbentuk tahun 1983 tersebut merupakan band hardcore pertama yang menggunakan dua gitar dalam instrumennya. Nyatanya, Andrew Lee (sang basis) berperan dalam pembentukan band tersebut dan satu-satunya personel berdarah Asia dalam Marginal Man.
Sebelumnya Steve Polcari (vokal), Pete Murray (gitar) dan Mike Manos (drum) telah bermian bersama dalam Artifical Peace yang berkecimpung di lingkar hardcore Wahington D.C. saat itu. Namun pasca Artifical Peace bubar, mereka memutuskan untuk bergabung bersama Andrew Lee dan Kenny Inouye (gitar) untuk membentuk Marginal Man.

Baca Juga : Chuck Taylors: Lahir di Lapangan Basket, Berjaya di Laga Punk rock
Kiprah orang Asia dalam kancah berbagai medium musik punk memang tak dapat dipungkiri memiliki pengaruh dalam posisinya sendiri. Menjadikan musik merupakan tempat aman bagi berbagai anggapan perbedaan rasial yang sangat menggangu. Sejarah pun berkata demikian. Mereka mungkin merupakan beberapa contoh dari banyak lagi sosok berpengaruh di luaran sana. Menjadikan perbedaan rasial bukanlah hal yang berlaku di dunia musik.