Interview Seringai: Cara Menjaga Kesenangan Main Band, Single Baru, dan Pandangan Terhadap Generasi Sekarang

9 pertanyaan di bawah ini, Seringai berbagi pandangannya soal menjaga kesenangan main band, bocoran single baru yang segera dirilis, hingga perspektif tentang band-band baru yang bermunculan.

Seringai merupakan salah satu band cadas Indonesia yang memiliki perjalanan karier dengan waktu yang lama. Dibentuk sejak 2002, terhitung mereka sudah mengoleksi tiga album penuh dan satu album mini antara lain High Octane Rock, Serigala Militia, Taring, dan Seperti Api.

Dalam wawancaranya kepada Rich Music kali ini, mereka bercerita soal bagaimana cara menjaga kesenangan dalam karier band dengan waktu yang lama, perihal eksplorasi yang terus ada di tiap fasenya, perspektifnya mengenai band-band cadas Indonesia bermunculan saat ini, dan bocoran tentang single terbaru yang akan rilis dalam waktu dekat.

Simak selengkapnya di bawah ini.

Kalian itu ‘kan selalu menggaungkan bahwa Seringai akan bubar jika bermain band sudah tidak lagi menyenangkan. Nah, bagaimana cara menjaga kesenangan main band selama lebih dari 20 tahun-an?

Ricky: Soal menjaga kesenangan, kita punya toleransi tinggi kalau berencana mengerjakan sesuatu. Misal dari proses penggarapan itu ada satu orang yang tidak setuju, tiga orang lainnya bisa mengalah hanya karena alasan kenyamanan si orang itu. Begitu juga sebaliknya.

Khemod: Harus semua senang pokoknya.

Ricky: Ya, harus senang ketika mengerjakan sesuatu apapun itu. Jadi, kita bukan yang ‘ya sudah kita bertiga sudah setuju nih voting, gue nggak peduli dengan lo, kita tetap maju dengan rencana ini’ nggak begitu sih di Seringai. Mungkin itu salah satunya.

Sammy: Dengan begitu tapi ada plus dan minusnya juga. Karena dengan seperti itu jadinya proses berjalan lambat. Tentu ada delay-nya juga. Cuman, ya itu works untuk sementara ini. Sering juga kita bilang di berbagai wawancara bahwa selera humor antar personel itu menyatu. Bahkan kita punya grup WhatsApp yang isinya bercanda saja. Nggak ada tukar menukar referensi musik, dan nggak ada juga soal info yang penting di situ. Semuanya soal bercanda, yang belum tentu lucu juga buat orang lain. Jadi ya kebersamaan itu sih, walaupun nggak ketemu tapi kita cukup dekat dengan adanya grup itu. Bisa dibilang love language-nya Seringai itu berbagi hal-hal lucu yang absurd.

Ricky: Dan menurut gue sih, karena Seringai ini dari awal memang konsepnya ingin bekerja di luar juga, jadi ya akhirnya bekerja dan main band juga. Sehingga kita menganggap bahwa main band ini adalah satu cara buat menjaga kewarasan kita. Jadi ketika kita main band dan itu berhasil menjaga kewarasan, itu akan terus dipertahankan. Ketika gue nggak bisa melakukan itu di luar, ya gue bisa melakukannya bersama Seringai. Jadinya, ya bandnya bertahan lama.

Selama perjalanan karier Seringai, ada perbedaan proses kreatif yang pernah dialami nggak di tiap fasenya?

Khemod: Ada, kalau dulu misal saat jamming lagu langsung jadi, sekarang jadi dipikir-pikir matang lebih dulu.

Sammy: Ya itu bukan perbedaan juga sih sebenarnya, lebih ke proses kita mencari sesuatu saja. Kita sama-sama mencari sesuatu yang berbeda, bukan yang tiba-tiba lo bikin sesuatu terus yang ‘ahh gue nggak suka’ terus dia jawab ‘lah lo sekarang beda ya’ nggak gitu.

Ricky: Kalau metode bekerjanya kayaknya sama terus sih. Dimulai dari jamming, workshop, terus diskusi garap lagunya gimana. Paling yang berbeda kadang-kadang kita influence-nya berubah jadi apa. Mungkin yang belom pernah kita lakukan. Karena gue merasanya gini, sejauh apapun kita ingin kreatif dan berbeda, tapi selama orang yang main drumnya dia (Khemod), yang bernyanyi dia (Arian), jadi output-nya sudah ketebak bakal kayak gimana.

Kalau melihat diskografi Seringai, selalu ada eksplorasi yang kalian lakukan di tiap albumnya. Menurut kalian, seberapa penting band melakukan eksplorasi dalam perjalanan kariernya?

Sammy: Mungkin dalam Seringai salah satu tujuannya supaya menjaga kesenangan itu sendiri sih. Iya, maksudnya eksplor itu karena ingin tetap menjaga kesenangan main band. Ya kayak musiknya masih menyenangkan untuk dikulik, kita juga mengasahnya kayak ‘ini bisa sampai mana sih Seringai’, dan mencoba berbagai hal yang cocok atau tidak. Sehingga, menjaga supaya prosesnya tetap menyenangkan agar tidak terjadi repetisi.

Ricky: Kalo menurut gue eksplor merupakan proses dalam berkarya. Kalo lo mungkin hidupnya dari orang yang berkarya, kayaknya nggak mungkin lo tidak melakukan progress atau eksplorasi. Jadi itu kayak bagian biasa dalam main band. Mencari sesuatu yang baru. Tapi ‘kan ada juga orang yang bilang ‘everything’s been done’, alias nggak ada lagi sesuatu yang baru. Mungkin ada benarnya, tapi menurut gue ya masa kita maju dengan setuju dengan hal itu sih. Gue yakin semua orang tidak akan berkembang jika dia seperti itu cara berpikirnya. Jadi ya coba terus saja.

Berarti bisa dibilang kalian tetap melakukan eksplorasi di lagu selanjutnya?

Ricky: Iya benar.

Khemod: Single terbaru kita nanti itu merupakan eksplorasi.

Sammy: Itu adalah sesuatu yang belom pernah kita coba.

Ricky: Kalau orang yang mendengarkan Seringai dari dulu, mungkin akan mendengarkan dan merespons lagu yang terbaru nanti kayak ‘eh, kayaknya belom pernah Seringai melakukan hal ini deh’.

Progress-nya sudah sejauh mana?

Ricky: Sudah di tahap mastering. Kalau soal album kita belum selesai.

Kira-kira akan rilis kapan?

Sammy: Mestinya sudah lama ya. Tapi kalau setiap kita diwawancara ditanya kapan rilis single baru, kita selalu bilang bulan depan saja. Kemudian kalau kita diwawancara bulan depannya lagi, kita akan bilang bulan depannya lagi. Ha ha ha ha.

Oya, soal begitu seringnya kalian mengajak kolaborator wanita dalam lagu-lagu Seringai. Ada alasan tertentu kah?

Edy Khemod: Kalau itu sih biar seru saja ha ha ha.

Arian: Tergantung kebutuhan saja. Jadi maksudnya kita bukan mencari nama yang kira kira bisa ‘menggaet’ gitu. Kalau lagu tipe apa misalnya, cocoknya siapa nih, entah a, b, atau c. Kadang-kadang bisa nama yang well known, atau bisa juga yang unknown.

Coba sebutkan dan kritik satu album Seringai yang menurut kalian memiliki banyak kekurangan!

Arian: Jelas album rekaman pertama. Sound-nya belang, karena rekamannya beda waktu. Kemudian ketika kita ingin perbaiki, take ulang gitu, budget-nya nggak ada.

Ricky: Dan itu juga gue dan Arian pengalaman pertama rekaman secara digital. Kita sebelumnya analog. Jadi ya masih belajar dan banyak meraba. Banyak juga hal-hal basic yang kita baru tahu saat itu. Serta dulu itu ‘kan gue dan Arian bandnya itu jelas gitu ya kotaknya ada di mana. Jadi ya sound, cara recording, main instrumennya, itu sudah jelas pakemnya. Nah kalau si Seringai ini ‘kan sesuatu yang agak di tengah-tengah, kurang hardcore untuk jadi band hardcore, kurang metal untuk jadi band metal juga.

Arian: Buat rock juga terlalu ekstrim.

Ricky: Iya, jadinya kita kayak benar-benar di situ menentukan ‘kayaknya kita begini kali ya’. Maksud dari ‘begininya’ saja itu sudah bias. Nggak tahu berhasil, nggak tahu gagal deh kedepannya.

Arian: Tapi pada akhirnya in a way, bisa dibilang kita berhasil. Karena ketika ada Seringai, setelah itu ada band-band yang mencoba dengan influence yang sama atau cara yang Seringai pakai. Kemudian orang lain yang bilang ke band tersebut kayak ‘oh, ini kayak Seringai’.

Apa tanggapan kalian dengan munculnya band-band metal baru saat ini? Contoh misal seperti Amerta dan Morgensoll yang memiliki warna musik cukup baru.

Arian: Kalau gue lihat sekarang sih, orang untuk mendapatkan informasi lebih mudah. Karena gue dulu mau cari album Neurosis saja, itu kesusahan. Sekarang ‘kan sudah langsung ketik versi demo atau apapun itu sudah keluar. Jadi ya, akan ada band-band sekarang yang ter-influence oleh a, b, dan c. Dulu tuh biasanya yang mendapat akses atau informasi ini, sudah dipastikan antara kaya raya keluarganya sehingga bisa dapat akses dari luar negeri. Kalau sekarang lo mau dari Fakfak, atau dari mana ya sudah bisa. Jadi ya band-band dengan genre seperti Amerta dan Morgensoll yang lebih post metal, itu sudah mulai banyak. Kadang-kadang juga muncul dari kota yang tak disangka-sangka seperti dari Blora ada Sunlotus.

Ricky: Gue baru dengar shoegaze di Cipanas itu keren-keren. Ada band neo-crust gitu yang keren. Tapi kalau soal jawaban dari pertanyaan itu, begini, Kalau spesifiknya Amerta dan Morgensoll menurut pengamatan gue ya, mereka ini umur-umurnya berada di era belajar musik itu banyak dari YouTube. Jadi secara teknis, mereka ini pernah diekspos dengan teknik-teknik yang tinggi. Jadi mereka tuh belajar gitar yang technical, sampai pada akhirnya mereka dewasa dan bilang ‘sebenarnya yang gue cari bukan ini, yang gue cari sebenarnya adalah musik yang lebih menunjukkan rasa dan emosinya.’ Jadi ketika mereka melakukannya, basic-nya sudah jago lebih dulu. Sehingga mereka nggak perlu lagi menunjukkan teknik. Lebih ke rasanya yang ditonjolkan. Fenomena ini gue lihat juga terjadi di luar negeri, dan band-band yang lebih mengandalkan rasa untuk sekarang ini tuh memang keren-keren. Jadi, intinya mereka itu bukan mendadak kayak ‘ah gue ingin post metal’. Tapi mereka ada perjalanannya juga.

Arian: Ini sih analisa gembel gua saja, entah kenapa yang roots-nya dari punk rock atau metal akan lebih memperhatikan sound. Gue pernah lihat di Indonesia ada band post rock, tapi dia roots-nya lebih ke indie rock. Dia main membuka band post rock ternama. Jadi band post rock ini tuh lebih sendu dan indah menulis lagunya. Tapi begitu band utamanya bermain, langsung sound-nya tuh kencang banget. Serupa memang menulisnya ya tetap sendu dan indah. Tapi sound-nya tuh kencang banget. Jadi emang roots-nya tuh berbeda. Sehingga dia lebih mengulik sisi sound-nya. Nah kalau gue lihat band-band yang sekarang ini, sudah ke situ. Mereka mengerti sendunya ada, tapi heavyness-nya juga ada.

Ricky: Kebetulan juga banyak yang bermodal ya anak-anak sekarang. Karena terus terang suka atau tidak suka, kadang ada beberapa jenis musik yang memang membutuhkan equipment memadai untuk bisa baik dan benar. Dan kebetulan beberapa band sekarang gue lihat sudah memakai alat-alat yang tepat.

Arian: Tapi memang si skena ini masih lumayan segmented sih. Sehingga, mereka banyak yang tur kecil-kecilan, tapi untungnya mereka passionate. Nah, kalau berbicara di zaman kayak gue, Ricky, Khemod, Sammy, itu dimulai dari roots-nya dulu. Saat itu kita dari hard rock, heavy metal, death metal, thrash metal, jadi roots-nya tuh mengikuti perkembangan musik saat itu. Kalau anak sekarang ‘kan begitu melek musik, jadinya bisa random. Sehingga nggak heran lagi ketika lo bisa menyukai Morbid Angel dan New Jeans.

Khemod: Karena memang untuk zaman sekarang tuh pilihannya banyak banget.

Related Articles

Back to top button