GUU, Refleksi Gairah Muda dan Asa Mengimani Musik

GUU (dibaca: Huu) merupakan unit psychedelic rock asal Bandung yang baru saja merilis debut single berjudul “Ironic”. Beramunisikan enam kepala, unit muda ini mengisyaratkan simbol masa muda yang berapi-api ke dalam musik yang mereka mainkan. Memangku segudang referensi dari berbagai musisi, band yang awalnya dinamai The Fleas ini mulai serius menggarap materi bermusik sejak 2020 lalu.

Namun jauh sebelum itu, GUU lahir dari ikatan pertemanan kuat antara beberapa personilnya yang sudah dipertemukan sejak zaman SD, sebelum pada akhirnya memutuskan untuk membentuk sebuah band rock n roll dengan nama The Fleas di 2020 lalu. Kala itu, mereka masih beranggotakan empat orang, yakni Hafid (vokal), Jack (drum), Ari (gitar), dan Ale (bass), dan saat masuk masa kuliah, mereka memilih untuk merombak formasi karena banyak pertimbangan, salah satunya ialah Hafid yang tidak merasa cocok mengisi vokal.

Akhirnya, berkembangnya referensi jadi alasan lain mereka memilih untuk merubah genre yang mereka usung, sekaligus merombak formasi awal The Fleas. Kikagaku Moyo dan King Gizzard & The Lizard Wizard jadi pengaruh utama mereka saat terjun ke genre baru tersebut. “Kita awalnya gak tahu ini tuh genre apa? Tapi setelah denger berbagai referensi dan semua mengarah ke sana (psychedelic rock). Ya udah kita bilang kita bawain psychedelic rock juga.” Ujar Ale. “Tapi kita mah ngebebasin aja lah pendengar mau bilang kita main genre apa juga.” Yudha menambahkan.”

Ketika memutuskan untuk merombak formasi, nama baru pun muncul hingga kini GUU beranggotakan enam orang, yakni Ale (vokal), Hafid (gitar), Yuda (bass), Ari (drum), Jaka/Jack (perkusi), dan Dika (synthesizer). Di awal peralihannya, mereka memutuskan mendepak Jack dan mengajak Yudha untuk mengisi bass, namun seiring berjalannya waktu, Jaka kembali bergabung dan mengisi bagian perkusi.

Meski diisi oleh anak muda, GUU tak main-main soal musik yang mempengaruhi mereka. Those Shocking Shaking Days (Indonesian Hard, Psychedelic, Progressive Rock And Funk: 1970 – 1978) adalah album kompilasi yang berisikan harta karun musik rock Indonesia, mulai dari Panbers hingga Shark Move semua terdapat di sana, dari segi musikal GUU cukup banyak terpengaruh dari rilisan-rilisan di dalam album kompilasi tersebut. Di era modernnya sendiri, GUU banyak terpengaruh oleh musik ritmik ala Timur Tengah yang dibawakan oleh ALI. Tak heran mereka mengajak kembali Jaka/Jack untuk bergabung dan mengisi instrumen perkusi demi memperkaya suara dan suasana.

Tanggal 21 Januari lalu, mereka mengenalkan debut single-nya yang berjudul “Ironic” yang ditulis oleh sang vokalis Sasque alea casta atau akrab disapa Ale. Single debut mereka ini berkisah tentang suatu ironi yang digambarkan dengan situasi serba salah dalam sebuah permasalahan yang dihadapi dengan sikap apatis dalam pemecahan masalahnya. Selain itu, lagu ini ditujukkan bagi orang yang menganggap semua masalah itu mudah dan melepas tanggung jawab dalam permasalahan yang terjadi of solving algorithms. Dengan total durasi 4 menit 32 detik, “Ironic” menggambarkan perubahan suasana yang cukup kentara di pertengahan lagunya.

Perubahan tersebut terasa dan diwakili oleh melodi gitar dan ritme drum yang semakin cepat, beda bagian awal yang terkesan lebih mendayu dan memaksa pendengar menggoyangkan pinggul dan kepala selaras dengan tiap ketukan perkusi yang presisi. Alasan mereka menambah instrumen perkusi adalah sebuah nilai mahal yang akurat, ketukannya di lagu ini begitu memperkaya suasana dan suara, sehingga lagu ini tak terhenti sampai di melodi gitar saja.

Jika didengar dengan saksama, GUU seolah ingin menunjukkan dan memperdengarkan keahlian tiap instrumen hingga menjadi sebuah keutuhan yang padu. Kita bisa dengan jelas mendengar bass yang kokoh di awal lagu, juga dengan perkusi yang begitu kentara, dan sudah jelas melodi yang rapih lengkap dengan ketukan drum yang mengiringinya. Tak berhenti sampai di sana, synth pun terdengar memiliki panggungnya sendiri meski tak sejelas instrumen yang lain, namun keseluruhan instrumen yang dimainkan begitu memiliki peran penting dalam debut single mereka ini. Tambahan vokal milik Ale membuat lagu ini semakin lengkap dengan pesan yang dibawakannya. Suara yang ramah di kuping tak mengganggu kokohnya fondasi yang sudah dibuat lewat musik yang ada. Single “Ironic” ini ‘memerawani’ industri dengan menyenangkan, seperti yang mereka bawakan di atas panggung.

Berbicara materi, lewat pengakuannya, GUU sejauh ini sudah memiliki tiga materi solid (termasuk “Ironic”) yang siap disebarluaskan. Berawal dari kebiasaan Ale untuk menuliskan rentetan kejadian di hidupnya ke dalam diary, ia kemudian mengonversinya menjadi lirik setelah diminta oleh teman-temannya. Tanpa disadari, tiga materi awal GUU ini secara jalan cerita justru berkaitan. Secara proses kreatif musik, mereka mengerjakannya bersama, karena faktor kedekatan satu sama lain lah yang mempermudah mereka.

Secara latar belakang pendidikan, beberapa dari personil GUU merupakan mahasiswa jurusan Karawitan yang mana ternyata sedikit banyaknya cukup berpengaruh dalam musik yang mereka bawakan. “Kaya kalau di Karawitan si musiknya tuh bebas, dari segi tempo atau alur, kadang si musiknya tuh berpindah-pindah, kadang lambat atau cepet, gak matok ke metronom lah.” Ujar Hafid.

Lebih jauhnya, masing-masing personil dari GUU memiliki kedekatan dengan musik selama hidupnya. Mulai dari bermusik sejak bangku sekolah, kuliah di jurusan musik, hingga kesana-kemari menghadiri lomba telah mereka lakoni. Bagi mereka, musik sudah seperti sebagian dari iman. Ya, terdengar sangat utopis memang, namun biarkan mereka tetap liar dengan segala kepercayaannya dalam bermusik, sebelum pada akhirnya dibenturkan dengan realita-realita menyebalkan lain.

Ketika ditanya soal pengharapannya dalam bermusik, mereka terlalu lugu untuk memberi jawaban tentang mimpi-mimpinya membangun band. Tapi mungkin seperti itulah jika kita mengimani sesuatu, terkadang tak perlu banyak mendengarkan, hanya perlu yakin menjalani, seperti yang mereka lakukan sejauh ini, dengan “Ironic” dan dua materi yang belum terpublikasi.

Asa mengimani musik mereka tunjukkan dengan cukup jatuh bangun mencari panggung. Mereka bercerita, ada masa mereka harus menghubungi kolektif-kolektif kecil milik teman-temannya untuk manggung, bahkan sesekali mereka ikut patungan untuk bisa menggelar acaranya. Spirit tersebut mungkin tidak dapat dirasakan jika mereka telah berkeluarga, atau terikat dengan sponsor-sponsor yang banyak tuntutan. Maka, mengimani musik–sebagaimanapun utopis terdengarnya–adalah bentuk manifestasi masa muda yang begitu bergejolak, ada kalanya tujuan akhir dari apa yang kita jalani dan yakini adalah bersenang-senang.”

Mengutip Emma Goldman, “if i can’t dance, i don’t want to be part of your revolution.” Terlalu banyak omong kosong soal musik di luaran sana, menari di atas apa yang kita yakini adalah sebenar-benarnya revolusi yang bisa terjadi. GUU adalah representasi dari problema masa muda yang mereka tunjukkan lewat “Ironic” sebagai single debutnya. Sebagai martir yang berapi-api, kita tentu berharap mereka bisa terus menjaga api dengan menabur bensin di tiap rilisannya. Sebelum pada akhirnya ancaman terpisah-pisah oleh kehidupan semakin nyata, semoga kalian bisa terus menorehkan portofolio hidup dengan musik-musik menarik dan tak stagnan, sebebas dan semerdeka mungkin.

Akhir kata, merajut kabar baik yang dinantikan, semoga kalian berkesempatan memerawani panggung bersama ALI atau terdengar gagah bak King Gizzard & The Lizard Wizard yang selalu kalian idolakan. Tabik!

Img 8956

GUU saat tampil di Pixel Moves, Bandung (21/01). Foto oleh Bikry Praditya.

Related Articles

Back to top button