Akuilah Penonton Gigs Sok Asyik, Women In Bands Actually Kick Ass!

Saya berusaha mengingat otobiografi yang luar biasa dari bassis dan penyanyi Sonic Youth, Kim Gordon, ‘Girl in a Band’. terlepas dari banyak pernyataan kontroversial yang terkandung di dalam halaman-halamannya. Salah satu topik yang paling banyak dibahas seputar buku itu adalah judulnya sendiri yang konon terinspirasi dari pertanyaan yang paling Kim benci dari jurnalis: “Bagaimana rasanya menjadi seorang perempuan di sebuah band?”
Seksisme dalam industri musik memang hal nyata dan sering sekali terjadi. Penilian yang diberikan memang kebanyakan secara fisik. Bukan dari bagaimana mereka memainkan alat musik dan seutuhnya menjadi musisi di atas dan di bawah panggung. Terdengar miris tapi itulah yang kerap terjadi di dunia nyata.
Celotehan pendek akal di dalam kancah musik yang kerap muncul seperti, “dia di masukin di dalam band, cuma buat pemanis aja kali ya?” sudah sering menggorogoti telinga hingga jauh masuk ke dalam tempurung kepala. Penilaian fisik ketimbang cara mereka bermain, memang sudah menjadi mindset mayoritas pada lingkup terkedat saya sekalipun. Konyol sih dipikir-pikir. Mungkin mereka lupa akan sosok seperti Kim Gordon atau mendiang Kim Shattuck dari The Muffs yang bisa lebih nge-rock daripada banyak punk rockers di luar sana. Gender itu tidak penting dalam ranah musik. Tuh saya sampai bold pernyataan itu.
Jika kalian memang asing untuk melihat perempuan di atas panggung dengan distorsi mentok kanan berlatarkan gegaungan yang keras, mungkin kalian teralu sibuk memperhatikan wajah mereka sampai telinga kalian tersumbat oleh birahi sendiri. Perilaku seksis mungkin akan hilang jika semua mewajarkan hal yang mereka anggap nggak biasa.
Lagipula sudah sejak lama perempuan ada dalam industri ini. Jika kita merunut ke tahun 90-an, sudah banyak lahir band-band yang beranggotakan perempuan dengan musikalitas yang keren dan aksi panggung yang ugal-ugalan. Contohnya ya band Kim Gordon sendiri, Sonic Youth, band ‘experimental rock’ asal, New York. Lalu band-band semisal seperti L7 dan Veruca Salt yang memainkan Sound serupa, ya bisa di bilang ‘seattle sound’.

Di Indonesia pun menurut saya sudah sejak lama band dengan beranggotan perempuan, di Bandung mungkin di ranah arus pinggir kamu mungkin pernah dengar nama seperti Boys Are Toys, atau Bananach kalo kita pakai timeline waktu pada saat ini, ini sudah terjadi begitu lama tetapi kenapa ya hal semacam ini tetap di anggap tabu?

Pada akhirnya, perspektif dan pemahamanlah yang harus disamakan. Di dalam ranah musik yang so-called cutting edge, semuanya mempunyai posisi yang setara. Mau dari gender apa pun atau bahkan dari latar belakang sosial apa pun. Cukup rancu rasanya kancah musik yang disebut independen masih dipenuhi pola pikir yang masih konservatif. Study better, talk to more people, be mindful. Karena pada akhirnya, musik seharusnya menyatukan berbagai orang, bukan mengkotak-kotakan secara golongan mau pun status.
Ah maaf, saya malah jadi ngutruk. Tapi seenggaknya tugas saya untuk berbagi opini sudah tersalurkan. Eh ngomongin cewek yang kicks ass di segmen musik, saya jadi keinget sama satu bassist lokal favorit saya. Yaitu Chua Kotak. So what kalau saya dengerin Kotak?! Kebetulan mereka bakalan main di salah satu program live music di Rich Music Online. Apalagi kalau bukan SOUND TO SCREEN. Nah, tonton aksi keren dari Chua dan kawan-kawan Kotak besok malem jam 8 eksklusif cuma di www.richmusiconline.com!
*Oleh Reza Ilham