25 Lagu Lokal Terbaik Di Tahun 2020!

Tahun 2020 emang tahun yang sucks banget. Hampir semua aspek di kehidupan kena imbas negatif dari pandemi covid-19 ini. Termasuk di ranah musik nih, friend. Gigs jadi nggak bisa digelar karena semua pihak khawatir akan kesehatannya dan juga karir para musisi pun teromban-ambing karena nggak bisa manggung. Mending deh kalau si musisi atau band-nya emang yang lagi laku dan diminati sama pasar pendengar hari ini, tapi buat mereka yang berada di skala mid-tier dan underground, pandemi ini layaknya jadi tsunami yang menghancurkan reputasi dan karya yang mereka udah cape-cape dibikin dari nol.
Tapi nggak semua hal di ranah musik jadi terkikis, masih banyak musisi yang mampu survive dan tetep bisa berkarya di masa pandemi ini. Malahan nggak sedikit karya-karya musik keren yang mampu lahir di tahun paceklik ini. Sebagai apresiasi dan juga menunaikan tugas sebagai media musik yang selalu menyajikan referensi musik keren, kami di Rich Music Online sudah merangkum 25 lagu lokal terbaik versi kami yang dirilis di tahun ini. Semua pilihan ini adalah murni pilihan personal dari tim kami ya. Jadi maaf-maaf nih kalau ada band atau musisi yang kamu harap bakal masuk ke daftar ini tapi malahan nggak ada. Namanya juga selera, friend. Oke kita mulai daftar yang pertama!
Pilihan Prabu (Editor & Penulis)
Fatrace – Already Won

Sampai hari ini, masih selalu terngiang diskusi semi-debat kusir soal band apa yang pop punk dan band apa yang bukan pop punk. Bodo amat dengan urusan pemahaman, sirkel, dan selera, buat saya Fatrace adalah band pop punk yang poppy, catchy, dan keren. Contohnya ya lagu ini. Meski dirilis di kondisi pandemi yang serba uring-uringan, mereka tetep bisa bikin lagu punk rock yang nge-pop dan singalongable!
Beta Daemon – Radiasi Sinar Gamma
Ketika banyak orang yang mengasosiasikan musik elektronik dengan band-band New Order atau Joy Division, saya selalu berpikir tentang DEVO. Nah, di Indonesia jarang banget ada band yang mencoba untuk bermain ala DEVO. Dan Beta Daemon-lah yang akhirnya memberanikan diri untuk bermain musik electro punk dengan nuansa yang pastinya bakal bikin Mark Mothersbaugh senyum terkecut ketika mendengarkannya.
The Panturas – Balada Semburan Naga

The Panturas mencoba bermain power pop/guitar pop 60an. Terdengar menarik dan konyol. Di satu sisi, mereka berhasil mengimplementasikan elemen-elemen musik power pop/guitar pop dengan ciamik dengan tema lagu yang lokal banget. Konyolnya, masih saja sedikit orang yang menganggap lagu ini adalah lagu selancar. Hehe.
Muchos Libre – Butaneko

INI DIA BAND ROCK GILA ASAL CILEUNYI BANDUNG CORET! Dengan struktur lagu yang masih menjunjung tinggi semangat 3-chords dan bisingnya suara gitar yang penuh distorsi kotor, “Butaneko” menjadi spesial karena liriknya menggunakan bahasa Jepang yang valid dan punya video klip bernuansa animasi yang cakep banget. Get into Muchos Libre!
Skandal – Percuma

Kata siapa Rich Music Online itu media yang ngebahas pop punk atau emo doang? Sebetulnya, kami semua mendengarkan banyak jenis musik tapi yaaa, karena mayoritas pembaca memang demand-nya sebatas itu, mau nggak mau untuk kompromi dari segi bisnis harus dilakukan. Tapi lagu terbaru dari unit alternatif rock asal Yogyakarta ini terlalu enak kalau nggak dibahas. Skandal brings the 90s vibe at its finest!
Pilihan Sendhi (Penulis)
Vague – Di Antara Bising

Jika ada band yang ingin memainkan musik emotive hardcore dengan pendekatan sound ala era 80an, maka Vague adalah referensi yang tepat untuk kamu dengarkan. ‘Di Antara Bising’ menjadi single berbahasa Indonesia ketiga yang dirilis oleh Vague sepanjang perjalanan karirnya. Sebagai band yang mengambil referensi terbesar dari Fugazi dan Dinosaurs Jr., Vague dapat meramu kedua referensinya menjadi sesuatu yang segar. Porsi post-hardcore dan alternative-rock dapat terasa secara pas pada musik yang dibawakan oleh trio asal Jakarta tersebut. Walaupun sejujurnya, saya lebih menikmati ketika Vague membawakan lagu berlirik Bahasa Inggris dibanding Bahasa Indonesia, sih. Hhe.
Saya harap, band-band yang baru bermunculan bisa mencontek apa yang dilakukan oleh Vague di belakang layar dalam hal meramu referensinya menjadi sesuatu yang baru, sehingga kemunculan bandnya nanti akan membawa sesuatu yang segar dan nggak generic.
Much – Go Easy

Setelah merilis dua buah single, yaitu ‘Stay Inside’ dan ‘Skin by Skin’, dalam jangka waktu yang cukup berdekatan, dynamic duo bernama Much tak pernah gagal membuat lagu yang akhirnya selalu menjadi heavy rotation di playlist saya. Dengan nuansa yang cheerful dan colorful, ‘Go Easy’ berhasil menjadi pelipur lara sebagai penutup yang manis dari tahun yang penuh kemalangan ini.
Bagi kalian penyuka Alvvays dan Tigers Jaw, bisa dipastikan kalian akan langsung menyukai suguhan dari band asal Malang ini.
Gracehowl – I Wanna Be A Robot

Memainkan musik melodic punk dengan pendekatan ala band-band Jepang, seperti Hi-Standard, Dustbox, dan lainnya sudah bukan merupakan hal yang aneh lagi di Indonesia. Tapi, jarang yang berhasil meramu materi lagunya secara sukses dan segar. Menurut saya, untuk saat ini Gracehowl adalah yang terbaik di ranah musik serupa. Walaupun saya yakin, belum banyak orang yang mengenal namanya, tapi Gracehowl layak banget buat jadi salah satu nama yang kamu perhatikan pergerakannya!
Lelagu dari one man project ini layak banget kamu sandingin dengan band punk jejepangan lokal lainnya, seperti Fastcrash, Neverall, dan yang lainnya. Sebagai variasi gitu, biar nggak bosen. Hee.
Indigo Moirè – Footjam Whip

Terhitung aktif sejak 2016 silam, walaupun sering dibilang sebagai band mitos yang kemunculannya tak dapat diprediksi, nyatanya Indigo Moire masih konsisten berkarya. Pada keseluruhan discography-nya saya merasa Indigo Moirè selalu menjaga konsistensi dari segi kualitas produksi maupun materi, hal tersebut terbukti pada single ‘Footjam Whip’ ini.
Walaupun mungkin saat ini sudah banyak band-band yang mengambil Turnover, Title Fight, ataupun Citizen sebagai referensi bermusiknya. Indigo Moire muncul jauh sebelum gelombang tersebut populer dan disadari banyak orang, mungkin mereka jadi salah satu band yang berjasa dalam membawa gelombang tersebut masuk ke Indonesia. Selain itu, suara khas dari Samuel Wullur menjadi pembeda yang cukup berarti dibandingkan band-band serupa yang baru bermunculan belakangan ini yang hampir semuanya terdengar serupa.
Anamnèse – Nous Somme Des Pierre

Lagi-lagi Indra Menus kembali berulah. Kali ini, sesepuh scene musik Yogyakarta tersebut membuat sebuah band screamo yang memilih Prancis sebagai identitasnya. Jika kebanyakan band screamo yang muncul belakangan ini berfokus dalam mengambil pengaruh dari band-band asal Amerika seperti Orchid, Ampere, pg.99, dan lainnya, Anamnese mengambil referensi dari band-band screamo asal Eropa, yaitu Daitro.
Sesuatu hal yang cukup berani, nyeleneh, sekaligus menjadi pembeda dengan band-band “baru” lainnya. Bahkan, bukan hanya sebagai referensi bermusik, lirik-lirik dari karya mereka pun menggunakan Bahasa Prancis! Total banget, friend!
Pilihan Ilham (Penulis)
Pullo – Tenebrous

Sejak dirilisnya A Dark Belief (2019), unit post-punk asal kota Medan ini mulai mendapatkan atensi lebih di kancah musik arus pinggir skala nasional (yang saya rasa) sejak awal mereka memang patut untuk mendapatkannya. Nampaknya, hal itu masih berlanjut kepada rilisannya di tahun ini, Ride. Berisikan dua trek yang membawa gairah dari band-band post-punk kelam ala Bauhaus atau Killing Joke.
Sebenarnya kedua lagu di dalamnya cukup memikat telinga. Namun, untuk trek “Ride” sendiri durasinya hanya sekitar empat menit. Sehingga saya lebih memilih “Tenebrous” karena memiliki durasi lebih lama. Secara keseluruhan, Hal yang disayangkan dari Ride hanya satu, yaitu muatan treknya yang hanya dua buah saja.
Modern Aprroach- Temples

Kali ini hadir dari Malang, Modern Approach mungkin masih belum terlalu familiar kedengarannya. Namun, sejak awal kehadirannya melalui “Temples”, mereka menyuguhkan sesuatu yang cukup memukau. Nuansa cold wave yang memiliki atmosfer layaknya lahir dari Eropa sana. Membuat saya terpincut sejak pertama kali mendengarnya.
Sebenarnya, pada Agustus lalu mereka memperbarui katalognya dengan dua trek anyar, yaitu Saphire/ Pale and Rigid dalam satu kemasan. Kedua trek tersebut nampak membawa nuansa yang lebih cerah. Maka dari itu saya lebih memilih “Temples” di mana mereka terdengar lebih gelap dan dingin.
Hathgone- Broken Psalm
Trio asal Bandung yang sejauh ini masih menjadikan “Broken Psalm” sebagai singel semata wayangnya memang terdengar berbahaya sejak awal kemunculannya di tahun ini. ‘Menunjukkan taringnya’ pada April lalu, mereka turut menyeret unsur dari hardcore punk, crust, sampai metal yang menjadikannya terdengar destruktif.
Seakan ikut menyeret ruh dari band-band semisal Baptists atau All Pigs Must Die. Lewat “Broken Psalm”, mereka siap menggerus gendang telinga kalian!
Nearcrush- Tidal Wave

Dari sekain banyak band yang mengusung alternative rock saat ini, di mana kita dapat melihat nampaknya musik ini mulai menjamur (lagi) di kancah arus pinggir. Entah mengapa saya memilih Nearcrush, megingat “Tidal Wave” merupakan sebuah trek yang catchy hasil senggama mereka dan dirilis di awal tahun ini.
Post-shegaze, soft grunge, emogaze. Entah lah istilah apa yang paling tepat untuk mereka. Namun untuk musik-musik sekelasnya, saya masih mengira kalau ”Tidal Wave” trek yang paling catchy dari sekian banyak lagu-lagu dengan warna sama. Bahkan, jika itu adalah karya mereka sendiri selanjutnya, “Ocean’s Depth”.
Saturday Night Karaoke- Pandemic Generation

Lahir dari trio pop punk sruntulan Saturday Night Karaoke, tak heran jika situasi pandemi yang pelik seperti ini pun mampu mereka olah menjadi lagu dengan nuansa ceria nan energik. Lewat “Pandemic Generation” mereka membuktikan kalau punk itu memang medium untuk bersenang-senang.
Merupakan sebuah keharusan untuk Saturday Night Karaoke terdengar ngehe dan sruntulan dalam kondisi apapun, karena sekiranya begitulah mereka mengartikan punk. Sebagaimana penjelasan yang diberikan Miko dalam trek “Vaporwave 101” di album Professional Goofballs (2018), “punk is about doing what you want, you know!?.”
Pilihan Reza (Penulis)
Winona Dryver – Sadness Overdrive

Saya ingatkan kamu untuk tidak terkecoh dengan judul dan sampul album dari salah satu unit Shoegaze asal Yogyakarta ini. Alih-alih diberikan sesuatu yang manis tentang kesedihan, lewat ‘Sadness Overdrive‘ Winona Dryver akan mengantarkan kalian masuk ke dalam lubang hitam penuh kebisingan selama kurang lebih 5.54 menit. Tidak ada seorang pun disana, menyisakan kalian dengan dinding suara fuzzy yang mendorong kalian hingga jatuh ke dalam palung lamunan.
Well Whale – She’s a Punk

Well Whale memang salah satu nama yang patut diperhitungkan, ‘Bittersweet Kisses‘ yang mereka rilis sebagai keutuhan album pada tahun ini bersama delapan amunisi di dalamnya , mengantarkan salah satu trek-nya menjadi pilihan saya sebagai satu dari lima lagu terbaik di 2020 ini. iya mungkin ‘She’s Punk‘ sudah dirilis sejak 2019, tetapi versi terbaru yang mereka taruh pada album menurut saya layak masuk dalam list lagu terbaik di tahun menyebalkan ini, meski menurut saya Sound yang mereka tawarkan masih terdengar kurang kotor untuk disebut sebagai unit Twee pop.
Buktu – Pulih

Lagi-lagi Yogyakarta, kali ini giliran Buktu yang akan mengantarkan kalian pada perjalanan musik post-rock selama 5 menit di tambah gaya spoken word yang mungkin akan terasa asing jika berlatarkan musik yang seperti buktu tawarkan, walhasil akan menjadikan ini sebagai pengalaman baru untuk kalian dengarkan, trek sarat renungan dengan lirik yang ancur lah pokonya!! Buktu itu band emo!!
Hulica – Beyond/Untold

Untuk trek yang satu ini kamu bisa dengar sendiri betapa sinting Hulica dengan rilisan teranyarnya, Jika mereka memang banyak mengambil elemen dari musik math rock Jepang, kali ini vokal dibuat teriak abis ala band midwest semisal Cap’n Jazz. Pada trek ini contohnya sejak awal kalian akan diberikan permainan instrumen yang sangat rumit ala math rock yang dipadukan dengan teriakan-teriakan tanpa arah. Satu kata buat Hulica, sick!
Whitenoir – Comma

Sepertinya Malang dan emo tidak bisa dipisahkan, Whitenoir yang tahun ini mengeluarkan amunisi album terbarunya ‘Recovery Needs’ mengantarkan salah satu trek-nya bertajuk ‘comma’ menjadi salah satu rilisan terbaik pada tahun ini. Mereka begitu dekat dengan musikalitas band-band Post-Hardcore semisal Title Fight dan Citizen, iya walau begitu mereka terasa masih sangat mentah terdengar dalam urusan sound-nya.
Pilihan Surya (Desain grafis)
Mocca ft Rekti Yoewono – There’s a Light At The End Of The Tunnel

Menurut saya “There’s a Light at The End of the Tunnel” adalah anthem paling pas untuk mewakili tahun ini. Mocca membuat lagu yang nostaljik dan fresh dalam waktu yang bersamaan. Gitar Riko Prayitno di lagu ini lebih dominan dan asik (keluar lah ya jiwa-jiwa Brian Setzer-nya). Kemudian mengajak Rekti dalam lagu ini pun tidak terkesan “nempel doang”, kombinasi ini membuat energi dan warna yang makin buat lagu ini jadi heavy rotation di playlist saya.
Morfem – Binar Wajah Sebaya

Lagu yang jadi langganan konten jamming anak-anak Morfem semasa pandemi. Dari awal Jimi bernyanyi dengan gitar akustik, saya sudah penasaran dengan lagu ini. Ketika rilis, benar saja langsung menelusup sela-sela gendang telinga dengan enaknya. Kemudian video musiknya pun bikin saya makin kagum. Nggak salah menunda lagu ini selama setahun untuk penggarapan video musik. Apik sekali!
Rollfast – Pajeromon

Band yang menciptakan lompatan dengan rilisan paling sakit tahun ini adalah Rollfast. Sangat ekletik tapi masih bisa dinikmati dengan anggukan kepala. Dalam durasi tiga menit, kita dibombardir dengan beragam suara aneh mulai dari drum serupa genderang perang hingga teriakkan gagak. Sakit!
Tarrkam – Wanita Ekstasi

Singkat, padat, brengsek. Tiga kata itu yang pas untuk mewakili lagu Tarrkam yang rilis tahun ini. Sayang sekali ya tahun ini nggak ada gigs. Kalau ada, “Wanita Ekstasi” ini layak sekali jadi soundtrack pertukaran keringat dan berbagai macam bebauan di lantai dansa underground.
Fleur! – Lagu Lama

Sebelumnya dikenal sebagai Dara Puspita cover band dengan nama Flower Girls, Fleur! sebagai salah satu all female bands yang menjanjikan, tahun ini mulai merilis lagu original nya. Sesuai perkiraan saya, lagu-lagunya menyenangkan! Lagu Lama ini adalah lagu yang menarik perhatian sejak detik pertama dan tentu saja auto repeat belasan kali.