10 Band Keren yang Sound-nya Berubah Secara Drastis

Rasanya sudah menjadi hal yang cukup lumrah ketika ada band yang secara mendadak ataupun perlahan mengubah sound yang digunakan dalam perjalanan karirnya. Motivasinya bisa beragam, ada yang merasa bosan dengan musik yang dibawakannya selama ini, memang konsep band-nya seperti itu, atau mungkin dengan tujuan ingin mencoba ekspansi pasar pendengar yang lebih luas. Yaa itu balik lagi sih, dari keputusan internal si band-nya sendiri. Namun, harus diakui, hal tersebut tidak selamanya berhasil, terkadang malah percobaan eksperimentasi tersebut berakhir dengan flop, alias alih-alih dapat pendengar baru, malah kritik pedas yang didapat. Hit or miss-lah kalau bahasa kerennya mah, friend.

Tapi nggak sedikit juga band yang secara sukses berpindah haluan musik dan mendapat banyak pujian. Walaupun pada prosesnya para pendengarnya harus melewati masa transisi yang mungkin nggak sebentar, output akhir yang dihasilkan ternyata berhasil memikat banyak orang.

Pada tulisan kali ini, saya akan mencoba untuk mengumpulkan beberapa band yang mengalami proses perubahan sound yang dibawakan sepanjang karir bermusiknya. Baca sampai akhir ya, karena nomor 3 bakalan bikin kamu tercengang! Nggak deng, biasa aja. Hee~

Paramore

Youtube Player

Paramore dikenal sebagai salah satu band pop-punk yang paling berpengaruh pada medio 2000an. Lagu-lagu seperti ‘Misery Bussiness’, ‘Ignorance’, ‘Brick by Boring Brick’ dan yang lainnya seakan menjadi anthem yang wajib dibawakan ketika para remaja di era tersebut masuk ke bilik karaoke. Namun, dengan berbagai konflik yang menimpa Paramore, pada akhirnya terjadi keluar-masuk personil yang pada akhirnya juga berdampak pada musik yang mereka bawakan.

Dilansir melalui salah satu media, salah satu alasan kenapa Paramore memutuskan untuk mengubah arah musik yang dibawakan dari pop-punk menjadi pop bernuansa 70-80an adalah karena mereka sudah lelah headbang. Jika pada musik sebelumnya mereka banyak mengambil pengaruh dari pop-punk, alternative rock, bahkan grunge, pada album terbarunya, ‘After Laughter’, mereka mengambil pengaruh yang lebih luas seperti afrobeat dan “international sound” lainnya, sehingga menghasilkan output musik yang terbilang unik.

Youtube Player

The Devil Wears Prada

Youtube Player

Memulai karirnya sebagai salah satu band yang membawakan musik metalcore dengan balutan bebunyian elektronik yang sempat ngetren banget di medio 2000an, The Devil Wears Prada melakukan perubahan yang cukup signifikan. Mungkin, secara sound memang terdengar nggak jauh berbeda, hanya elemen elektronik yang dikurangi secara drastis dan meramu komposisi metalcore-nya menjadi lebih heavy dibanding sebelumnya. Namun, secara pendekatan terutama dari segi lirik dan penamaan judul lagu, mereka telah jauh berubah.

Istilah “pendewasaan bermusik” mungkin cocok diberikan kepada The Devil Wears Prada jika melihat dari evolusi musik yang telah mereka lakukan. Pada album terbarunya, ‘The Act’, kamu nggak akan lagi menemukan judul lagu yang terkesan dibuat secara asal-asalan dengan nada bercanda, seperti yang dilakukan pada album-album terdahulunya.

Youtube Player

Turnover

Youtube Player

Berawal sebagai band yang membawakan musik pop-punk berbalut narasi kesedihan, seiring berjalannya waktu Turnover semakin mengurangi unsur pop-punk yang menghentak dan bersemangat, lalu kemudian berganti dengan melakukan pendekatan musik yang terdengar kalem dengan suasana sentimental yang lebih kental pada musik yang dibawakan.

Sebenarnya, beberapa materi yang ada pada album perdananya, ‘Magnolia’, menjadi gambaran dari musik yang dibawakan oleh trio tersebut pada dua album berikutnya, yaitu ‘Peripheral Vision’ dan ‘Good Nature’. Jadi transisi tersebut bukanlah sesuatu yang terlalu mengagetkan sebenarnya, masih ada pada roots yang nggak terlalu beda jauh. Tapi, apa yang dilakukan pada album terakhirnya, ‘Altogether’, cukup membuat para pendengarnya kaget. Karena secara tetiba, tanpa ada tanda-tanda yang berarti, Turnover memainkan musik dream-pop dengan bebunyian elektronik yang begitu kental ala-ala musik 80an. Ajaib.

Youtube Player

Bring Me The Horizon

Youtube Player

Kalau kamu pendengar lama dari Bring Me The Horizon (BMTH), pastinya sangat menyadari perubahan tersebut. Kuintet tersebut melakukan transisi melalui trial and error pada berbagai albumnya, hingga pada akhirnya berhasil untuk mengambil unsur dari setiap formula yang telah dicobanya untuk kemudian diracik menjadi sesuatu yang baru. Salah satu penyebab dari perubahan sound tersebut adalah dengan ditariknya Jordan Fish menjadi personil tetap yang pada akhirnya membawa warna baru pada musik BMTH.

Pada kurang lebih 9 tahun pertama dalam perjalanan karirnya, BMTH membawakan musik bernuansa deathcore dan metalcore, lalu pada album ‘Sempiternal’ mulai beralih memainkan musik dengan nuansa post-hardcore yang sangat kental, sebelum akhirnya pada album ‘amo’ memainkan yang kental dengan bebunyian elektronik dan nuansa yang lebih nge-pop. Lalu kemudian, pada beberapa single terakhirnya, BMTH seakan menggabungkan semua jenis musik yang pernah dimainkannya untuk membuat sebuah karakter musik yang baru.  Coba aja dengerin single ‘Ludens’, ‘Parasite Eve’, dan ‘Obey’, kamu bakalan paham maksud saya.

Youtube Player

Hundredth

Youtube Player

Hundredth menjadi salah satu band yang mengambil perubahan arah musik yang cukup jauh. Pada 3 album pertamanya, mereka membawakan musik melodic hardcore yang agresif dan penuh adrenalin, lengkap dengan raungan gitar dan hentakan yang tentunya moshable. Kurang lebih musiknya dapat disandingkan dengan band-band seperti Counterparts, Architects, dan lainnya. Kebayang dong, segimana kerasnya, friend?

Hingga pada akhirnya di album keempat mereka, ‘RARE’, Hundredth melakukan perubahan yang cukup drastis, mereka menghilangkan teriakan dan breakdown dengan sebuah album yang sangat terpengaruh oleh shoegaze dan indie-rock. Sehingga membuat album tersebut sangat jomplang dibanding rilisan sebelumnya. Nggak berhenti di situ, bahkan pada album kelimanya, ‘Somewhere Nowhere’, Hundredth semakin jauh dari roots aslinya, dengan membawakan musik indie-rock/dream-pop yang dipenuhi oleh bebunyian synthesizer dan drum machine, yang akhirnya membuat album tersebut terdengar sebagai sebuah album pop.

Jadi, kalau kamu merupakan pendengar baru dari Hundredth, mungkin akan menyangka album terbarunya tersebut merupakan karya dari musisi lain dengan nama yang sama, padahal mah masih sama aja.

Youtube Player

 

Title Fight

Youtube Player

Title Fight Unit asal Kingston, Pennsylvania ini mungkin menjadi pioner di balik demam shoegaze yang melanda perhelatan post-hardcore. debut studio album mereka Shed  dan Floral Green,serta album kompilasi The Lasting You Forget  adalah tone warna yang seragam, tetapi semua berubah ketika kuartet ini merilis Hyper View pada 2015 via Anti – records. Sound yang mereka mainkan berubah drastis.

beberapa elemen ditambahkan mengubur post-hardcore yang membawa mereka ke permukaan. terlepas dari itu Hyper View adalah sebuah album pukulan penanda zaman. Lewat apa yang mereka lakukan, malah membakitkan lagi para penatap sepatu yang sekarang memasuki tubuh post-hardcore secara diam diam.

Youtube Player

Turnstile

Youtube Player

Turnstile terbentuk pada tahun 2010 setelah Yates menyadari bahwa dia membutuhkan kanvas untuk kreativitasnya di luar Trapped Under Ice, band yang terinspirasi hardcore New York tempat dia bermain drum. album pendek dari Turnstile di antaranya  Pressure to Succeed, Step 2 Rhythm adalah album yang tidak terlalu kentara, ya hardcore yang seharusnya terdengar. 

tetapi ketika kemunculan Nonstop Feeling dan Time and Space  formula baru mulai mereka perlihatkan, elemen yang beragam serta vocal dengan autotune yang berlebihan malah menjadi seperti peluru yang menghancurkan kotak pembatas yang ada di ranah hardcore punk. Glow on yang album yang mereka rilis pada tahun ini malah menyadarkan saya bahwa Turnstile bukan hanya band hardcore yang baik tetapi mereka juga adalah band rock yang sangat baik.

Youtube Player

Deafheaven

Youtube Player

Deafheaven melalui karya-karya sebelumnya memang piawai menjahit unsur black metal dan shoegaze. Bahkan Deafheaven dianggap sebagai salah satu unit yang berhasil mempopulerkan blackgaze ke dunia musik internasional lewat amunisi seperti New Bermuda dan Sunbather. transisi ini mulai terasa ketika mereka meluncurkan Ordinary Corrupt Human pada 2018. 

Pada Infinite Granite,  George Clarke sebagai vokalis Deafheaven lambat laun menghilangkan teriakan tanpa arah miliknya. pada keseluruhan album ia benar benar menggunakan  teknik falsetto dan teknik vokal lainnya yang menghadirkan harmonisasi mengayun ke dalam musiknya. Metal yang menjadi salah satu identitas kuat mereka tertutup Shoegaze yang melodius macam Airiel dan Slowdive. Jika kalian ngeh, Infinite Granite adalah gambaran jika Morrissey dan Billy Corgan memiliki band Shoegaze. di luar itu semua Infinite Granite adalah album pendewasaan yang sangat layak diberikan apresiasi

Youtube Player

Bad Religion 

Youtube Player

Karya mereka mungkin tidak usah diragukan lagi di ranah hardcore punk latar belakan dari beberapa personil yang bersekolah tinggi pun selalu menjadi bahasan, padahal memang kenapa kalau anak punk bersekolah tinggi? Kembali pada tahun 1983 album Back to The Unknown dianggap sebagai dosa bagi ranah punk. Saya tidak apa tujuan mereka merilis album ini, tetapi itu menyebabkan hampir semua basis penggemar BR pergi dalam sekejap, bahkan salah satu anggota band pergi setelah album ini.

Tentu BR menebus diri mereka dengan Back to the Known (1984) album hardcore punk yang luar biasa, tetapi sampai hari ini, Into the Unknown meninggalkan kenangan yang agak pahit. Sebagai album punk, album ini lengkap dan benar-benar jelek, tapi ini bukan album punk, jadi tidak adil untuk mengatakan itu. Ketika saya mendengarkannya, saya benar-benar berpikir rock  awal-pertengahan 70-an atau progresif rock pada umumnya, untuk saja mereka mirillis Back to the Unknown yang malah menyebabkan mereka kembali menemukan tempat yang dahulu sempat di tinggalkan sejenak.

Youtube Player

SS Decontrol

Youtube Player

Banyaknya band hardcore punk era 80-an yang merubah haluan mereka secara drastis, Cro-Mags atau Suicidal Tendencies lebih condong ke crossover thrash dan itu menjadi fenomena yang wajar pada saat itu,berbeda dengan SS Decontrol. Mereka justru pindah jalur ke glam rock yang tidak ada benang merahnya dengan musik yang mereka mainkan sebelumnya

perubahan karakter musik mereka, sudah terlihat pada album How We Rock (1984). Total ada 10 lagu yang terdapat di album ini. Yang jelas, buang harapan kamu untuk dapat menyimak nomor-nomor cadas ala hardcore punk, seperti di album The Kids Will Have Their Say, Karena ini benar-benar berbeda. entah merasa mengikuti jalanya arus pada saat itu yang dipenuhi band-band glam rock, yang jelas perubahan yang mereka ubah dari sound hingga keseluruhan yang terlihat di album Break It Up malah menjadi boomerang buruk yang harus memenggal karir band mereka yang ternyata malah terbunuh.

Youtube Player

Entah kenapa dari band-band yang ada pada list ini, mayoritas pada akhirnya melakukan pendekatan musik elektronik. Apakah ini maksud dari ungkapan ‘semua akan elektronik pada waktunya’? Entahlah, yang jelas kalau kamu memang suka sama band-nya, yaa support terus dong, apapun yang terjadi sama arahan musik yang diambil. Tapi, kalau nggak suka juga yaa nggak apa sih, hak masing-masing aja itu mah. Hehe.

Related Articles

Back to top button